We have new forums at NiteshKothari.com
TopBottom
Announcement: wanna exchange links? contact me at clwolvi@gmail.com.

Bilangan Gajah Mada Menuju Chinatown Pontianak

Posted by Efprizan 'zan' Rzeznik at Friday, May 25, 2007
Share this post:
Ma.gnolia DiggIt! Del.icio.us Yahoo Furl Technorati Reddit


Posted: Pontianak Post April 2007
LANGIT Kota Khatulistiwa memancarkan cahaya terang malam itu. Kembang api menari indah di angkasa. Dengan pelbagai bentuk pijar dan warna. Mulai dari jamur, spiral, dan lainnya. Sangat artistik. Seakan-akan, turut menyambut kedatangan Dewa Rezeki (Chai Sin Ia) turun ke bumi dan membagi-bagikan aura kebahagiaan dan ketenangan bagi penduduk Pontianak.
Pesta kembang api itu dipusatkan di Jalan Gajah Mada. Hari itu adalah malam Imlek 2558 atau bertepatan dengan 17 Februari 2006. Hari dimana warga Tionghoa di seluruh dunia bersuka cita.
Pesta kembang api dimulai pukul 22.00 hingga 00.30. Akan tetapi satu jam sebelumnya, kawasan perdagangan yang dihuni mayoritas warga Tionghoa itu telah dibuat macet. Warga dengan antusias turun ke jalan. Pengendara motor menepi di parkiran ruko yang telah tutup sejak petang.
Teras lantai dua ruko-ruko di pinggir Jalan Gajah Mada telah disesaki penghuninya untuk melihat keindahan letupan kembang api. Tak hanya warga Tionghoa yang antusias menikmati itu. Seluruh masyarakat berbaur. Semua etnis dari berbagai agama. Tidak ada batas dan sekat. Semua merasa satu. Menjadi bagian masyarakat Indonesia.
Pesta kembang api dimulai penyulutannya oleh Ketua DPRD Kota Pontianak, Gusti Hersan Aslirosa. Sepanjang jalan tersebut, masyarakat menyalakan kembang api. Luar biasa indahnya. Selama dua setengah jam tanpa henti, kembang api menari indah di angkasa.
Berbagai hiburan menarik juga disuguhkan kepada penonton saat itu. Diantaranya atraksi barongsai, permainan liong (naga), tari kipas, dan lantunan tembang-tembang Mandarin.
Momen tersebut masih terekam di ingatan Hersan. Ada mimik keceriaan yang tergurat jelas di wajahnya jika mengenang peristiwa itu. Karena itu, ketika beberapa elemen mayarakat Pontianak menyuarakan agar kawasan Gajah Mada dikembangkan menjadi pusat budaya Tionghoa, dia merespon positif.
“Ornamen bangunan khas Tionghoa dan acara kebudayaan, bisa di helat di sana. Sehingga, ada kekhasan tersendiri di wilayah itu. Hal ini bisa mendatangkan keuntungan tersendiri dalam bisnis pariwisata,” katanya.
Menurutnya, festival kembang api yang dihelat beberapa waktu lalu merupakan suatu langkah awal dan diibaratkan sebagai pintu gerbang untuk menunjang pengembangan kawasan tersebut ke depan.
“Di kawasan itu juga tersedia makanan-makanan atau jajanan khas Tionghoa. Ada pagelaran keseniannya setiap malam Minggu. Juga dihelat pagelaran seni lintas etnis. Saya kira, kalau perencanaan seperti itu adanya, kami di legislatif tidak akan segan-segan memberikan dukungan,” ujarnya.
Sementara itu Politisi Tionghoa dari Partai Gokar, Sebastian, juga sependapat dengan ide pengembangan kawasan tersebut. “Ada identitas pengenal yang bisa mencirikan kekhasan komunitas Tionghoa di wilayah itu,” ujar Anggota Fraksi Partai Golkar DPRD Kota Pontianak ini.
Kekhasan itu misalnya pintu gerbang jalan yang dibuat dengan ornamen khas Tionghoa. Berikut juga dengan bentuk bangunan rumah/ruko yang didirikan di sepanjang jalan tersebut. “Misalnya, ada perubahan bangunan di sepanjang jalan itu, pemerintah bisa saja memersyaratkan atap rumah atau ruko itu dibuat dengan gaya Tionghoa dalam pembuatan IMB-nya,” katanya.
Hal yang sama juga dikatakan Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Kota Pontianak, Junaidi Bustam. Ia tertarik dengan konsep pengembangan di salah satu wilayah di Kota Makasar, saat parlemen berkunjung ke daerah itu beberapa waktu lalu.
“Di jalan di Kota Makasar itu ada gerbang jalan yang bergaya Tionghoa. Taman di median jalan juga dibentuk lekukan naga yang dibuat dari pepohonan. Sangat indah dan khas,” kenangnya.
Selain itu, lanjutnya, lampu-lampu billboard iklan di sepanjang jalan Gajah Mada, juga bisa ditambah dengan ornamen lampion sehingga dapat memperindah dan menimbulkan kekhasan tersendiri.
Sementara itu Sekretaris Yayasan Kuning Agung, Wiseno Sudarmo, mengatakan bahwa rencana pengembangan kawasa Gajah Mada menjadi daerah Chinatown atau di Indonesia yang sering diistilahkan dengan kawasan Pecinan, jangan sampai menghilangkan kadar pluralisme.
“Kalau penamaan itu mempunyai tujuan aspek bisnis dan pengembangan kota, saya pikir tidak ada masalah,” katanya. Penamaan tersebut, lanjutnya, jangan sampai menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat Pontianak sehingga menimbulkan kesan ekslusif.
“Chinatown itu kan merupakan terminologi yang dikenal di Amerika, dimana ada konsentrasi penduduk dari Asia. Kalau di Jakarta, dikenal dengan istilah Pecinan untuk daerah Pancoran Glodok. Untuk Gajah Mada disebut Pecinan-nya Pontianak, boleh-boleh saja. Ya itu tadi, asal tidak meninggalkan aspek pluralisme yang ada. Kalau tujuan bisnis tidak masalah, dengan mengambil kesan keunikannya itu,” katanya. (**)

***
Dan kemudian, berita ini menjadi polemik..................

0 comments:

Post a Comment