We have new forums at NiteshKothari.com
TopBottom
Announcement: wanna exchange links? contact me at clwolvi@gmail.com.

Pisang Goreng Pontianak: Laris di Jakarta, Terkenal Hingga ke Negeri Kincir Angin

Posted by Efprizan 'zan' Rzeznik at Friday, May 25, 2007
Share this post:
Ma.gnolia DiggIt! Del.icio.us Yahoo Furl Technorati Reddit




Jika di tempat asalnya pisang goreng Pontianak terkesan biasa saja, lain halnya bila jajanan itu dipasarkan di Jakarta dan wilayah sekitarnya. Setelah diolah dan dikemas sedemikian rupa, pisang goreng Pontianak kemudian menjadi merek dagang yang mendatangkan kentungan tidak sedikit bagi penjualnya. Bahkan, kerenyahannya juga disukai lidah bule.

Catatan Efprizan Rzeznik, Jakarta
ORANG-orang di Jakarta dan sekitarnya sempat dilanda ‘demam’ pisang Pontianak pada akhir 2005 hingga awal 2006. Hampir setiap penjualan pisang goreng Pontianak selalu penuh dengan antrean pembeli.
Waktu itu di setiap sudut kota Jakarta, orang dengan mudah bisa menjumpai penjual pisang goreng Pontianak. Artis seperti Uya Kuya pun juga ikut terjun mencoba bisnis ini.
Toko-toko penjual pisang goreng Pontianak menjamur. Persaingan bisnis pun menjadi semakin ketat. Seleksi alam terjadi. Penjual pisang goreng Pontianak yang kualitasnya terjaga baik lah yang tetap bertahan. Tak sedikit pula yang gulung tikar.
Walau pun ‘demam’ itu telah lewat, bukan berarti pisang goreng Pontianak kehilangan pamornya. Jajanan dengan bahan dasar berupa pisang gepok yang dilapisi dengan tepung terigu, telur, dan kapur ini tetap mendapat tempat di hati konsumen.
Pisang goreng Pontianak Wawa misalnya. Di masa bisnis ini memasuki masa keemasannya pada awal tahun 2006, dalam sehari mereka mampu menjual hingga 3.000 pisang goreng.
Usaha keluarga yang dirintis sejak lima tahun lalu ini semula hanya berupa kios informal di wilayah Kelapa Gading Jakarta. Usahanya kemudian berkembang hingga mempunyai lima cabang yang tersebar di Jakarta dan sekitarnya. Tidak lagi berjualan ala kaki lima, tapi telah menempati kios permanen.
Bahkan, menurut Soetiadi Widjaja, pemilik toko pisang goreng Pontianak Wawa cabang Jalan Veteran no. 3B, Bintaro, usaha yang dirintis oleh tantenya itu hingga merambah ke Bandung.
Sayangnya, usia usaha pisang goreng Pontianak Wawa cabang Bandung yang mengambil tempat di Jalan Kebon Kawung No.26 itu tidak bertahan lama, kurang dari satu tahun.
“Saya duga, ini karena kebiasaan sih. Orang-orang sudah cenderung kenal pisang goreng Pontianak di Jakarta. Jadinya, mereka doyan beli ya di Jakarta. Kalau mau di bawa ke Bandung sebagai oleh-oleh, tetap saja belinya di Jakarta,” ujarnya.

Walau pun penjualan pisang goreng Pontianak tidak selaris dulu, akan tetapi penggemar jajanan ini tetap ada. Harga sepotongnya Rp1.800. Setiap hari Soetiadi bisa menjual sekitar 500 potong pisang goreng.
Bahkan, lanjutnya, tidak sedikit konsumen yang membeli pisang gorengnya untuk dibawa ke luar negeri seperti Singapura, Australia, hingga Belanda. Pisang goreng yang dibeli itu dimasak setengah matang. “Kalau untuk oleh-oleh ke luar negeri, biasanya konsumen sekali beli langsung ratusan potong,” ujarnya.
Untuk pisang goreng Pontianak setengah matang, kata Soetiadi, bisa bertahan tiga hingga empat hari. Dan jika matang, bisa tahan hingga seharian.
Sementara itu menurut Abo, 52 tahun, penjual pisang goreng Pontianak ‘Raja Renyah’ yang menggelar dagangannya di Jalan Merpati Raya Sektor 1, Bintaro Jaya, mengatakan bahwa tidak semua pisang goreng yang dijajakan penjual bagus kualitasnya.
Menurutnya, pisang goreng Pontianak yang asli tidak terlalu banyak tepung/keremesnya. Sehingga, bentuk asli pisang masih kelihatan.
“Toko pisang goreng Pontianak yang sekarang sudah banyak tutup itu, setahu saya, mereka mengolah pisangnya kebanyakan kremesnya. Bentuk pisangnya tidak kelihatan lagi. Mungkin karena itu banyak konsumen yang tidak suka, jadi usahanya banyak yang bangkrut,” duganya.
Pria asli Bangka ini punya cerita menarik perihal pisang gorengnya. Pengalaman itu ia dapatkan dari pelanggannya. Saat itu seorang pelanggan dari luar kota datang ke tempat ia berjualan dan memesan pisang buatannya.
Setelah pisangnya selesai digoreng, si calon pembeli itu bertanya kepada Abo, “Ini pisang apa?” Abo menjawab, “Ini pisang goreng Pontianak.”
Calon pembeli itu kembali mengajukan pertanyaan yang sama. Abo juga tetap bersikukuh bahwa jajanan yang dibuatnya itu adalah pisang goreng Pontianak.
Tiba-tiba calon pembeli itu langsung balik badan dan berkata, “Itu bukan pisang goreng Pontianak.” Saat itu pisang goreng Abo berbentuk seperti nugget. Bentuk pisangnya sama sekali tidak kelihatan. “Dari pengalaman itu lah saya tahu kalau pisang goreng Pontianak yang asli bentuknya masih kelihatan,” katanya.
Baik Abo maupun Soetiadi Widjaja sama-sama menggunakan pisang gepok sebagai bahan utama pembuatan pisang gorengnya. Abo memesan pisang Pontianak langsung ke pedagang di pasar Kopro. Sedangkan Soetiadi, mengaku punya suplier tetap yang mengantarkan pisang-pisang tersebut langsung ke tokonya. Kata Soetiadi, selain dari Pontianak, pisang gepok itu juga didatangkan dari Lampung.
Abo dan Soetiadi juga mempunyai resep khusus untuk membuat pisangnya garing dan renyah. Pemilihan tepung terigu berkualitas dan minyak goreng bermutu, turut mempengaruhi cita rasa pisang itu.
Begitu juga dalam pemilihan pisang. Jika terlalu masak atau masih mengkal, rasa pisang akan berubah. “Jika pisang masih mengkal, hasilnya bagus sih. Karena pisangnya masih kering. Tapi rasanya agak sepat. Juga jangan pilih pisang yang kemasakan, karena terlalu berair dan hasil gorengannya tidak bagus,” jelas Abo.
Pisang goreng Pontianak buatan Abo dibentuk menyerupai kipas. Pisang tersebut disayat (slice) tipis-tipis 4 sampai 7 potong. Kemudian diberi tepung lalu digoreng.
Proses menggorengnya juga menjadi ciri khas tersendiri. Pisang goreng Pontianak digoreng dua kali. Bahkan agar lebih garing, ada yang digoreng hingga tiga kali. (**)

Labels:

0 comments:

Post a Comment