Miskin Materi, Tapi Kaya Batin
Posted by
Efprizan 'zan' Rzeznik at Friday, May 25, 2007
Share this post:
|
0 Comments
“Mau hidup kaya, jangan jadi wartawan!” Itu kata Wakil Pemimpin Redaksi Pontianak Post, Nies Alantas, saat membimbing wartawan baru koran tersebut, termasuk saya, tiga tahun lalu.
Menjadi kaya? Siapa sih orang di dunia ini yang tidak ingin hidup bergelimang materi. Tiga bulan pertama menjadi wartawan, saya sempat stres. Kerja tak kenal waktu, selalu dikejar deadline, dan sebagainya. Sampai-sampai, terlintas di benak untuk mengundurkan diri dari profesi ini.
Kini, masa-masa itu telah terlewati. Saya merasakan nikmatnya menjadi wartawan. Ada kepuasan batin di dalamnya, yang saya anggap, tidak akan didapatkan jika bekerja di luar profesi ini.
Kepuasan ketika karya saya dibaca, dihargai, didiskusikan, atau, mengubah kebijakan publik yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Dari kebijakan yang sebelumnya tidak berpihak kepada masyarakat, lewat tulisan, hal itu justru menjadi sebaliknya. Itu yang saya sebut dengan kepuasan batin.
Lewat tulisan pula, saya bisa membantu masyarakat yang membutuhkan. Muk Moi, misalnya. Bocah berusia 8 tahun asal Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat, kini bisa hidup normal.
Sebelumnya, anak dari keluarga ekonomi lemah ini tidak mempunyai anus. Selama delapan tahun, perempuan cilik ini membuang kotoran lewat anus buatan di perutnya. Untuk melakukan tindakan medis kembali guna membuat anus di pantat, keluarganya terkendala dana.
Peristiwa itu saya beritakan. Bersyukur, pembaca Pontianak Post menjadi terenyuh. Bantuan uang untuk Muk Moi pun mengalir. Bahkan, lewat kebijakan perusahaan, dibuatlah Dompet Simpatik. Sebuah sarana untuk memudahkan masyarakat yang ingin menyalurkan bantuan.
Hal-hal seperti itu yang saya nikmati hingga kini. Merasakan kepuasan batin lewat sebuah karya jurnalistik. Materi yang didapatkan dari hasil kayra jurnalistik memang tidak sebesar pendapatan para pengusaha atau profesional lainnya. Cukup dengan kaya akan kepuasan batin. (zan)
********
13 Maret 2007
Laras Bahasa Jurnalistik
Lembaga Pers Dr Soetomo
Menjadi kaya? Siapa sih orang di dunia ini yang tidak ingin hidup bergelimang materi. Tiga bulan pertama menjadi wartawan, saya sempat stres. Kerja tak kenal waktu, selalu dikejar deadline, dan sebagainya. Sampai-sampai, terlintas di benak untuk mengundurkan diri dari profesi ini.
Kini, masa-masa itu telah terlewati. Saya merasakan nikmatnya menjadi wartawan. Ada kepuasan batin di dalamnya, yang saya anggap, tidak akan didapatkan jika bekerja di luar profesi ini.
Kepuasan ketika karya saya dibaca, dihargai, didiskusikan, atau, mengubah kebijakan publik yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Dari kebijakan yang sebelumnya tidak berpihak kepada masyarakat, lewat tulisan, hal itu justru menjadi sebaliknya. Itu yang saya sebut dengan kepuasan batin.
Lewat tulisan pula, saya bisa membantu masyarakat yang membutuhkan. Muk Moi, misalnya. Bocah berusia 8 tahun asal Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat, kini bisa hidup normal.
Sebelumnya, anak dari keluarga ekonomi lemah ini tidak mempunyai anus. Selama delapan tahun, perempuan cilik ini membuang kotoran lewat anus buatan di perutnya. Untuk melakukan tindakan medis kembali guna membuat anus di pantat, keluarganya terkendala dana.
Peristiwa itu saya beritakan. Bersyukur, pembaca Pontianak Post menjadi terenyuh. Bantuan uang untuk Muk Moi pun mengalir. Bahkan, lewat kebijakan perusahaan, dibuatlah Dompet Simpatik. Sebuah sarana untuk memudahkan masyarakat yang ingin menyalurkan bantuan.
Hal-hal seperti itu yang saya nikmati hingga kini. Merasakan kepuasan batin lewat sebuah karya jurnalistik. Materi yang didapatkan dari hasil kayra jurnalistik memang tidak sebesar pendapatan para pengusaha atau profesional lainnya. Cukup dengan kaya akan kepuasan batin. (zan)
********
13 Maret 2007
Laras Bahasa Jurnalistik
Lembaga Pers Dr Soetomo