Balai Kota Tepian Kapuas
Posted by
Efprizan 'zan' Rzeznik at Saturday, June 9, 2007
Share this post:
|
Antara Kebutuhan, Ikon Kota Internasional, dan Proyekisme
Pemerintah Pontianak tengah menyiapkan ikon baru untuk kota ini. Ikon ini dimaksudikan untuk memperkuat citra Pontianak sebagai kota air. Ikon ini pula (salah satunya) yang ingin ditunjukkan kepada dunia luar bahwa Pontianak pantas menyandang gelar kota bertaraf internasional. Ikon itu bernama, Balai Kota Pontianak di Tepian Kapuas.
Efprizan Rzeznik, Pontianak
IMPIAN membangun Balai Kota Pontianak tepat di pinggiran Sungai Kapuas sebentar lagi menjadi kenyataan. Pemerintah kota telah menyiapkan tiga maket bangunan balai kota, lengkap dengan penataan taman Alun-alun Kapuas yang didapat melalui sebuah sayembara terbuka. Tahap awal, pemerintah akan menganggarkan dana sekitar Rp250 juta di APBD Perubahan 2007 untuk studi kelayakan pembangunannya. Belum diketahui pasti, berapa jumlah angka nominal yang diperlukan untuk membangun gedung megah ini. “Kita masih menghitung nilainya,” kata Kepala Dinas Pekerjan Umum Kota Pontianak, Edy Rusdi Kamtono.
Banyak yang memperkirakan bahwa pembangunan gedung berikut penataan kawasan sekitarnya termasuk Taman Alun Kapuas, akan menembus nilai ratusan miliar rupiah. Pemkot juga harus merogoh kocek APBD senilai lebih Rp2 miliar untuk Korem 121 ABW sebagi pengganti nilai bangunan Gedung Balai Prajurit Jalan Rahadi Oesman, yang akan digeser keberadaannya oleh Balai Kota.
Tahun 2008, pembangunan Balai Kota rencananya mulai dikerjakan. Menurut Edy, pembangunan balai kota juga terkait erat dengan penataan water front city (WFC) dari Taman Alun Kapuas hingga dermaga Kapuas Indah. Juga menyatu dengan impian Wali Kota Pontianak untuk membangun Pontianak Town Square di wilayah itu.
Menurut Buchary A Rachman, Wali Kota Pontianak, pembangunan tersebut diharapkan dapat menjadi ikon baru Pontianak. “Sebagai kota sungai maka balai kota juga harus terletak di pinggir sungai. Balai kota akan menjadi city hall, kantor wali kota, wakil wali kota dan sebuah ruang pertemuan,” katanya, usai diwawancarai Tim 12 DPD Golkar Kalbar yang tengah menyeleksi kandidat Gubernur Kalbar untuk diusung dalam Pemilihan Kepala Daerah.
Ia menambahkan, kantor wali kota yang saat ini ditempati akan diisi unsur kesekretariatan. “Dengan begitu pelayanan ke masyarakat jadi lebih mudah,” katanya. “Seperti kantor Presiden-lah, ‘kan pisah dengan sekretariat, tapi tetap berdekatan dengan kantor Sekretaris Negara,” tambahnya lagi.
Buchary menjelaskan bahwa penataan kawasan tersebut dilakukan secara menyeluruh. Taman Alun Kapuas juga ditata menjadi taman kota. “Taman Alun Kapuas nantinya otomatis menjadi Taman Balai Kota juga,” kata Wakil Wali Kota Pontianak, Sutarmidji saat diwawancarai terpisah.
Menurut Buchary A Rachman, proyek pembangunan gedung tersebut dianggarkan secara bertahap di APBD Kota Pontianak. “Pembangunannya tak bisa sekali jadi. Yang pasti, pembangunan Balai Kota Ini menyangkut visi kota kita ke depan sebagai kota bertaraf internasional, sehinga diperlukan bangunan balai kota yang representatif,” katanya.
Perlu Pengkajian
Bagaimana reaksi Dewan Kota Pontianak akan rencana itu? "Kantor wali kota yang sekarang ini memang merupakan bangunan lama dan kurang representatif. Tetapi perlu kajian mendalam untuk menyetujuinya karena menyangkut soal pembiayaan. Yang pasti, rencana ini belum dibahas bersama dewan, masih perencanaan eksekutif," kata Ketua DPRD Kota Pontianak Gusti Hersan Aslirosa.
Menurutnya, imbauan pusat agar pemerintah daerah mengurangi pemborosan keuangan seperti membangun gedung baru, akan menjadi bahan bagi DPRD sebelum memberikan keputusannya. "Yang pasti, pembangunan gedung nanti jangan sampai melukai hati masyarakat," kata Politikus Partai Golkar ini. Sementara Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPRD Kota Pontianak, Khairil Anwar Abbas menyatakan dukungannya terhadap rencana pembangunan balai kota tersebut. “Itu memperkuat ikon Kota Pontianak sebagai kota sungai,” katanya.
Ia menyarankan agar gedung wali kota yang lama dapat dipakai oleh kantor/dinas/badan lainnya yang berhubungan/berdekatan dengan bidang kerja antarinstansi, sehingga pelayanan satu atap dapat terlaksana. “Kalau beberapa instansi sudah bergabung di kantor wali kota lama, maka asetnya bisa saja dijual untuk menutupi pembangunan gedung balai kota nanti,” katanya.
Proyekisme
Sementara itu Syafrani Daniel, dari Forum Stakeholder Kota Pontianak memandang bahwa pembangunan balai kota belum terlalu mendesak untuk diwujudkan saat ini.
“Saya pikir Kantor Wali Kota Pontianak yang saat ini masih digunakan untuk kegiatan pemerintahan, masih sangat representatif. Apalagi ‘kan ada penambahan gedung baru di sana yang kini dipakai untuk Kantor KP2T dan Kantor BPKKD Pontianak. Ruang kerja Wakil Wali Kota Pontianak juga baru direhab. Lalu, kenapa berkeinginan kuat untuk membangun gedung baru?” katanya. “Pembangunan gedung baru sama dengan adanya proyek baru,” tambahnya lagi.
Yang lebih penting, lanjutnya, pemerintah harus terlebih dahulu memperhatikan sarana publik yang lebih mendesak untuk diperbaiki, seperti jalan, dan lainnya.
“Program pengentasan kemiskinan, pendidikan dan kesehatan gratis, itu yang diperlukan masyarakat. Bukan gedung baru yang hanya dinikmati petinggi pemerintah saja,” kata Daniel yang juga Ketua LSM Forum Republik Indonesia 1 Provinsi Kalimantan barat ini.
Sementara sekretaris Forum Stakeholder Kota Pontianak, Yayu Sri Rahayu mengatakan bahwa kepala daerah memang dituntut untuk berinovasi dan mempunyai pikiran ke depan demi kemajuan pembangunan daerahnya.
“Nah inovasi-inovasi ini, seperti pembangunan Balai Kota di tepian Kapuas harus dipertimbangkan secara matang, apa keuntungan dan kerugiannya,” katanya.
Akankah pembangunan Balai Kota Pontianak yang berkonsep sebagai kawasan riverside atau tepi sungai ini jadi dibangun, sehingga dapat meningkatkan nilai potensi lokalitas kawasan dan landmark kota secara keseluruhan? (***)