We have new forums at NiteshKothari.com
TopBottom
Announcement: wanna exchange links? contact me at clwolvi@gmail.com.

Keriang Bandong: Menyambut Malam Lailatul Qadar dengan Cahaya Terang Benderang

Posted by Efprizan 'zan' Rzeznik at Wednesday, January 9, 2008
Share this post:
Ma.gnolia DiggIt! Del.icio.us Yahoo Furl Technorati Reddit


SELALU ada keceriaan dan kekhasan di bulan Ramadhan. Kekhasan yang hanya ada di bulan penuh berkah. Salah satu kekhasan yang telah mentradisi di masyarakat Melayu itu yakni keriang bandong. Sebuah hiasan lampu minyak tanah yang akan menerangi langit Khatulistiwa di malam likuran.

Cahayanya redup. Akan tetapi bila dipasang dengan jumlah banyak di jalan setapak di perkarangan rumah, sinar itu mampu menerangi kawasan sekitarya. Ada rasa tertentu bila memandangnya. Remah redup sesuai dengan nuansa Ramadhan.

Terangnya keriang bandong saat Ramadhan, kini sudah tidak banyak lagi dilihat di setiap gang-gang pemukiman. Pamor keriang bandong terkalahkan dengan adanya listrik.

Hal itu dibenarkan Ketua Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) Kota Pontianak H Syafruddin IB. Ia menceritakan, tradisi keriang bandong di bawah tahun 1960 salah satunya muncul akibat terbatasnya penerangan di malam hari apalagi di pelosok-pelosok desa.

Keriang bandong menerangi langkah-langkah penduduk yang dulunya masih kental bersilaturahmi atau kunjung mengunjungi antarrumah penduduk di malam hari.

Syafruddin menjelaskan, bahan keriang bandong mulanya berasal dari damar dan getah kayu. Ada juga yang dibuat dari tempurung kelapa dengan menggunakan bahan bakar minyak kelapa, kemudian meningkat menjadi pelita. “Awal 60-an keriang bandong banyak dipasang oleh masyarakat di daerah Wajok dan Jungkat,” katanya.

Ia tidak tahu pasti asal dari nama keriang bandong. Syafruddin menerka, “Keriang kan nama binatang yang mengeluarkan bunyi khas di malam hari. Keriang suka dengan cahaya dan datang berbondong-bondong. Mungkin dari situlah namanya diambil, jadi keriang bandong.”

Malam Lailatul Qadar

Keriang bandong, kata dia, biasanya dipasang masyarakat di perkarangan rumahnya pada malam lailatul qadar/likuran (malam 21 Ramadhan) hingga Lebaran.

“Di malam Lailatul Qadar ada keyakinan dari masyarakat kita bahwa di malam itu malaikat turun ke bumi dan mendatangi rumah penduduk untuk memberikan berkah. Diyakini, agar malaikat mampir, kediaman kita haruslah bersih dan terang benderang,” katanya.

Dia berharap, keriang bandong yang terbuat dari bahan sederhana seperti dari bambu dan sumbu yang kemudian diisi minyak tanah akan terus menambah khasanah dan keistimewaan tersendiri bagi warga Melayu Kalimantan Barat. “Mudah-mudahan terus lestari dan dapat dilihat kembali setiap tahunnya selama Ramadhan,” ujarnya

Evolusi Tanglong

Keriang bandong pun terus berevolusi. Akulturasi kebudayaan tercipta. Tanglong kemudian hadir di tengah masyarakat Kalbar yang majemuk. Tanglong berbentuk aneka rupa. Bentuknya bermacam-macam. Mulai dari bentuk tradisional seperti segi enam, ikan, pesawat, dan lainnya. Fungsinya sama seperti keriang bandong yakni sebagai penerangan. Tanglong memendarkan pijar api minyak tanah aneka warna.

Ketua MABM Kota Pontianak Syafruddin memperkirakan, tanglong bukan produk asli budaya Melayu. “Dari namanya saja sudah ketahuan kalau ini akulturasi dari masyarakat Tionghoa,” katanya.

Tanglong juga dipakai sebagai aksesori beranda dan halaman rumah. Sama dengan keriang bandong, tanglong oleh masyarakat dewasa ini juga banyak dipasang saat malam likuran.

Tanglong dibuat dari kertas minyak berwarna dan memakai rangka dari bambu. Tahun 80-an hingga awal 90-an, tanglong menjadi mainan favorit anak-anak kampung di malam bulan puasa, khususnya malam 21 (likuran) sampai malam takbiran.

Oleh anak-anak, keriang bandong diarak, lalu diadu. Sembari berdendang lagu khusus “Hee...Mantoyo, Mane Musoh, agogo.” Tanglong yang kuat, dan tidak mengalami kerusakan parah-lah yang menjadi pemenangnya. Tradisi ini kian meredup seiring perubahan zaman

Anak-anak sudah tidak lagi mengarak keriang bandong sembari berdendang lagu khusus tersebut. Keriang bandong kini lebih banyak dipajang dan sekadar menjadi hiasan yang disimpan di halaman rumah atau teras saat malam likuran.

Pudarnya keriangan mengarak keriang bandong juga diakui oleh Sugeng Pramono, pembuat tanglong. “Sudah jarang melihat anak-anak sekarang mengarak tanglong,katanya ditemui belum lama ini di kediamannya.

Tanglong Casey Stooner

Sugeng sudah enam tahun berkutat menekuni pekerjaan membuat tanglong ini. Tiga bulan menjelang puasa, kegiatan membuat tanglong mengisi kesehariannya. Dibantu abangnya, dalam tempo tersebut Sugeng bisa menghasilkan 160 keriang bandong dengan berbagai desain.

Bentuk tanglong tradisional seperti ikan, kubus persegi enam, bunga, dikreasi apik olehnya. Desain-desain baru pun disiapkannya seperti bunga, motor, becak hingga mobil VW kodok menjadi tanglong modern.

Tak luput motor balap Valentino Rossi hingga tunggangan pembalap kawakan yang kini menjadi juara dunia GP dari Ducati Marlboro Team, Casey Stoner, dirakit olehnya sehingga menjelma menjadi tanglong. Penerang keriang bandong motor balap buatannya ini juga bisa diganti dengan lampu.

Harga tanglong yang dijual lulusan Sekolah Menengah Teknologi Industri ini bervariasi, mulai Rp15 ribu hingga Rp300-an ribu. Setiap sore, ia beserta temannya memasarkan tanglongnya tersebut di depan PCC.

Labels:

0 comments:

Post a Comment