Tradisi Cap Go Meh di Pontianak: Tanglong Dipasang di Malam ke-15 Imlek
Posted by
Efprizan 'zan' Rzeznik at Wednesday, January 9, 2008
Share this post:
|
TRADISI menyemarakkan Ramadhan, khususnya malam 21 (likuran) sampai malam takbiran, biasanya ditandai dengan munculnya berbagai macam keriang bandong, tanglong, juga pelita di seputar halaman rumah. Tradisi serupa juga dilakukan masyarakat Tionghoa pada malam ke-15 Imlek atau disebut Cap Go Meh.
Tradisi memasang keriang bandong dan tanglong ternyata tidak hanya menjadi tradisi masyarakat Melayu Muslim saja. Pun pula dilakukan masyarakat Tionghoa. Bentuknya tak jauh berbeda. Hanya saja masyarakat Tionghoa menyebutnya dengan nama lampion.
Di Kota Pontianak, sejak beberapa hari lalu mulai marak dengan penjualan lampion. Warna-warni dan beragam bentuknya. Ada yang berbentuk kura-kura, kupu-kupu, ikan, pesawat, dan sebagainya. Terbuat dari kertas minyak yang konstruksinya terbuat dari bambu.
Jika malam tiba, lampion akan bersinar. Ada nyala lilin di dalam lampion itu. Sinar lilin di keremangan malam itu seolah-olah menghidupkan ikan, kapal-kapalan, dan kupu-kupu itu.
Akun (53), mengaku sudah puluhan tahun berjualan lampion. Ia hanya menjualnya saat Imlek menjelang. Saat-saat memasuki Cap Go Meh ini, ia mengaku lampion yang dijualnya laku keras. "Sehari bisa 50 buah yang laku," kata pria yang menjajakan dagangannya di samping Gang Pati, Jalan Patimura Pontianak.
Satu lampion dijualnya seharga Rp10 ribu. Pekerjaan yang dilakoninya ini didapatkannya secara turun temurun. Adiknya, Akoy (35), juga berprofesi serupa. Ia membuat banyak lampion di rumahnya di Jalan Rajawali. Di hari-hari biasa, keduanya membuat perlengkapan sembahyang bagi umat Khonghucu. Keduanya juga ahli dalam membuat naga. Saat Imlek, order membuat naga juga menghampirinya
Berkah turun bagi keluarganya setiap Imlek. Bayangkan saja, dalam sehari, Akun bisa meraup keuntungan hingga Rp400 ribu dari usahanya berjualan lampion ini. "Kalau lampion yang dijual di toko-toko berbentuk bulat itu harganya agak mahal. Bentuknya juga tidak variasi. Kalau yang saya jual ini bentuknya macam-macam dan harganya murah. Anak-anak suka. Kalau orang Melayu biasa nyebutnya tanglong atau keriang bandong," katanya.
Apa makna pemasangan lampion pada Cap Go Meh? "Mudah rezeki dan selalu diberkahi. Lampion juga membuat hati gembira. Terutama bagi anak-anak," kata Akun.
Hal yang sama juga dikatakan pemerhati budaya Tionghoa yang juga menjabat sebagai Sekretaris Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Pembinaan Agama Khonghucu dan Kelenteng Kalimantan Barat (LPAKK-KB) Suryanto BSc SH.
Kata dia, pemasangan lampion pada Cap Go Meh telah menjadi tradisi. Selain lampion, masyarakat Tionghoa pada malam itu juga biasanya memasang obor atau pelita di halaman rumahnya. "Itu simbol penerangan. Yang bermakna sebagai penerang kehidupan. Bermakna juga agar selalu diberikan limpahan rezeki dan kesejahteraan oleh Tuhan," ujarnya.
Dia mengaku, ada akulturasi kebudayaan dalam hal pemasangan lampion bagi warga Tionghoa setiap Cap Go Meh atau keriang bandong yang juga dipasang umat muslim Melayu di setiap Likuran. (Eprizan 'zan' Rzeznik)