Menunggu Kebijakan Pendidikan & Kesehatan Gratis di Kalbar
Posted by
Efprizan 'zan' Rzeznik at Friday, January 11, 2008
Share this post:
|
Pendidikan maupun kesehatan gratis adalah tanggung jawab negara untuk memenuhinya. Karena itu, jika ada pejabat daerah yang mengungkapkan bahwa pendidikan dan kesehatan gratis tidak layak dan tidak mendidik, merupakan bentuk diskriminasi mereka terhadap hak-hak dasar warga negara.
Demikian dikatakan Ketua Divisi Advokasi Jaringan independent Masyarakat Sipil untuk Transparansi dan Akuntabilitas Pembangunan (Jari) Indonesia Orwil Borneo Barat, Indra Aminullah.
“Pendidikan maupun kesehatan gratis adalah tanggung jawab negara untuk memenuhinya. Jangan beralasan bahwa hal ini akan memberikan etos belajar siswa semakin menurun. Karena tingginya angka putus sekolah salah satunya disebabkan karena biaya yang tinggi walaupun bukan untuk keperluan SPP, tetapi untuk buku, pakaian dan lain-lain,” katanya.
Menurutnya, ungkapan yang mengatakan bahwa kebijakan pendidikan gratis tidak sejalan dengan UU No 20 Tahun 2003 adalah retorika politik yang masih bisa diujipublikkan. Soalnya, dalam UUD 1945 sudah memandatkan bahwa setiap warga negara berhak atas pendidikan yang layak dan penghidupan yang layak.
“Jadi pendidikan dan kesehatan merupakan hak dari masyarakat untuk mendapatkannya tanpa biaya sedikitpun dan menjadi tanggungjawab negara. Kita tantang anggota dewan yang berbicara begitu untuk berdiskusi dengan kami mengenai hak dasar warga negara,” katanya.
Indra mengatakan, pendidikan dan kesehatan gratis bukan persoalan bisa atau tidak bisa. Melainkan, keharusan yang harus dipenuhi dan kemauan dari pengambil kebijakan.
Dia juga menyarankan agar gubernur terpilih Kalbar, untuk turun langsung ke lapangan dan melihat realitas di lapangan apakah benar pendidikan di provinsi ini sudah gratis.
“Apalagi sekarang pemerintah mewajibkan wajib belajar atau disingkat dengan wajar seembilan tahun. “Ini merupakan wajar yang tidak ‘wajar’. Artinya, pemerintah mewajibkan masyarakat untuk lulus hingga tamat SMP, tetapi masih dikenai biaya. Dana BOS hanya menutupi anggaran pendidikan sebagian, tetapi bagaimana dengan uang pakaian sekolah, buku tulis dan alat tulis serta transportasi?” ujarnya.
Indra menambahkan, belum lagi dengan penarikan iuran di sekolah yang sekarang masih terjadi. “Kembali saya sarankan para pejabat jangan hanya duduk di meja tetapi merasakan realitas di lapangan bahwa kondisi keterpurukan pendidikan dan kesehatan kita masih dirasakan oleh masyarakat,” katanya.
Sebelumnya, Anggota Komisi D DPRD Kalbar, Katharina Lies, masih sangsi dengan wacana penerapa pendidikan gratis untuk Provinsi Kalbar. “Saya ragu ide ini bisa diterapkan. Bukannya kenapa, kita lihat di lapangan, program pendidikan kita entah itu infratsruktur, programnya, mekanisme pelaksanaan pogram, masih belum berjalan baik. Masih banyak hambatan menuju ke arah itu. Masih ada kebocoran-kebocoran dalam menjalankan program,” ujarnya.
Lain halnya dengan M Fanshurullah Asa, Anggota DPR RI asal Kalimantan Barat dari Partai Amanat Nasional, mantan aktifis kampus ini sangat getol menyuarakan agar pendidikan dan kesehatan gratis dapat tercipta di Kalbar.
Di Sulawesi Utara misalnya, kata pria yang karib disapa Ifan ini, khususnya di Kabupaten Minahasa di bawah Bupati Stevanus Vince R, dengan hanya PAD pertahun sebesar Rp18 miliar tapi memiliki kebijakan di daerahnya dengan menggratiskan semua sumbangan pendidikan di SD sampai SLTA.
Bukan itu saja, di kabupaten itu juga bisa memberikan pengobatan gratis untuk berobat di seluruh puskesmas dan memberi santunan Rp1 juta untuk setiap rakyatnya yang meninggal. “Pertanyaannya, kenapa di kabupaten lain dengan PAD Rp18 miliar bisa, sedangkan di tempat kita tidak bisa?” katanya.
“Pemikiran pendidikan gratis bukanlah ide utopis, tetapi sudah dilaksanakan di kabupaten/kota lain yang bupati atau gubernurnya punya keberanian dengan kalkulasi yang matang dan cerdas,” tambahnya lagi. (**)