We have new forums at NiteshKothari.com
TopBottom
Announcement: wanna exchange links? contact me at clwolvi@gmail.com.

Selalu Ada Jalan untuk Keluar dari Telur itu

Posted by Efprizan 'zan' Rzeznik at Monday, January 14, 2008
Share this post:
Ma.gnolia DiggIt! Del.icio.us Yahoo Furl Technorati Reddit


*Melihat Dari Dekat Pusat Pelayanan Penyandang Cacat Fisik Sabatu

Rio kini sudah bisa berdiri. Walaupun masih payah untuk berjalan, tapi dia tidak lagi merangkak. Dia juga sudah bisa mengenakan pakaiannya sendiri. Bocah delapan tahun ini ingin segera bersekolah setelah sembuh nanti.

EFPRIZAN, Pontianak

RIO merupakan salah satu dari 23 penghuni Pusat Pelayanan Penyandang Cacat Fisik Saling Membantu (Sabatu) yang terletak di Jalan Cendana 110 Pontianak. Dia sudah berada di Sabatu sejak setengah tahun lalu.

Bocah asal Singkawang ini menderita kelainan tulang kaki semasa kecilnya. Semua itu berawal dari demam tinggi yang dideritanya waktu bayi sehingga membuat kakinya lumpuh. Sakit itu juga yang menyebabkan bicaranya pelat.

“Sebelum datang ke sini dia hanya bisa merangkak. Setelah mendapatkan fisioterapi dia kini bisa berdiri,” kata Wanastasia Idang, Pengurus Pusat Pelayanan Penyandang Cacat Fisik Sabatu, Minggu (13/1).

Hadirnya Sabatu di Kalimantan Barat bermula dari kedatangan Bruder Pematang Siantar yang tergerak untuk mendirikan sebuah pelayanan khusus yang membantu anak-anak penyandang cacat fisik yang tak terbantukan. Awal berdiri, Sabatu berlokasi di Taman Sungai raya pada tahun 1998. Sempat beberapa kali pindah tempat hingga akhirnya mendapatkan pusat pelayanan tetap di Jalan Cendana Pontianak.

Pusat pelayanan ini terbilang bersih, indah, dan asri. Ruang tamu menyatu dengan ruang tengah. Kesan alami juga ditonjolkan dalam arsitektur ruangan. Susunan batu bata di dinding ruang tamu sengaja tidak disemen kembali. Batu bata itu dibiarkan saja menonjol alami.

Di dindingnya digantung gambar abstrak yang dibentuk dari potongan-potongan porselein berbagai warna. Ada juga foto-foto penghuni asrama.

Bagian dalam bangunan, terdapat beberapa kamar yang saling berhadapan. Kamar tersebut antara lain digunakan untuk ruang makan, kamar untuk putra, kamar untuk putri, kamar ibu pengasuh, physiotherapy, ortotik, toilet, administrasi, ruang makan, dan ruang keterampilan.

Di tengah bangunan terdapat sebuah taman. Cukup sejuk di kala siang di mana mentari Khatulistiwa cukup terik bersinar. Panti itu cukup menampung hingga 23 anak.

Menurut Wanastasia, penghuni panti tidak memandang suku maupun agama, ras, dan status ekonomi. ”Siapapun dia, asal mempunyai motivasi penuh untuk bisa pulih, akan kita terima,” katanya. Walaupun didirikan oleh bruder, penghuni panti juga datang dari berbagai agama. Rio, contohnya, bocah itu adalah seorang muslim.

Pendirian Sabatu memang mulia bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada para penyandang cacat fisik dengan menjadi perantara dan pemandu jalan antara orang cacat dengan instansi atau perorangan, agar kondisi orang cacat dapat ditingkatkan dan ia secara mental dapat menerima dirinya dengan kecacatannya.

Sasaran Sabatu yakni mereka yang mengalami kecacatan fisik bawaan, dapatan atau akibat keclakaan sampai batas umur 25 tahun. ”Kadang-kadang ada pengecualian, terutama yang amputasi,” kata Wanastasia.

Sabatu juga mempunyai petugas lapangan yang bertugas melakukan pendataan, inventarisasi penyandang ke kampung-kampung (termasuk melihat kembali penyandang yang telah ditangani atau yang memakai alat bantu) dan membawa mereka ke pusat pelayanan.

Penyandang akan menginap di pusat untuk menjalani rehabilitasi, urusan alat bantu, kursus atau kerajinan lainnya sebagai keterampilan usaha dan persiapan di masa depan. Sabatu juga melayani pasien dengan surat pengantar dari dokter khususnya untuk fisioterapi/pembuatan alat bantu.

Sejak akhir 2006 lalu, telah terdaftar di Sabatu sebanyak 2.494 penyandang dan telah efektif dibantu sebanyak 907 orang. Oleh panti, anak-anak di sana juga diberikan berbagai pelatihan seperti menjahit, membuat kerajinan tangan, hingga kursus komputer. Beberapa hasil kerajinan tangan mereka seperti gantungan kunci dan berbagai aksesoris wanita yang terbuat dari manik-manik juga cukup laku di pasaran.

Pusat pelayanan sosial ini, kata Wanastasia, tidak mungkin mandiri dari segi finansial dan terus memerlukan adanya uluran tangan dari para dermawan. Pihaknya juga berharap agar pemerintah daerah memberi bantuan. ”Sekecil apapun bantuan dari pemeirntah untuk kami sangat beharga,” katanya.

Bantuan yang diperlukan, katanya, terutama keringanan biaya untuk operasi anak cacat. ”Selama ini kita selalu membayar operasi untuk mereka dengan harga normal. Kita tidak inginkan gratis, tetapi paling tidak ada subsidi dari pemerintah untuk diringankan. Juga untuk biaya penginapan,” ujarnya.

Menurutnya, dalam satu bulan ada sekitar tiga hingga empat anak yang melakukan operasi. Pada bulan ini, tengah menunggu untuk dioperasi bibir sumbing sebanyak lima orang.

Minggu kemarin, DPC Partai Demokrat juga melakukan kunjungan ke Pusat Pelayanan Penyandang Cacat Fisik Sabatu ini. Mereka berbagi kasih dan bahagia dengan anak-anak penyandang cacat.

Di bawah pimpinan Hartono Azas, mereka menyerahkan sejumlah bingkisan dan bantuan uang tunai.

”Ini memang program aksi sosial kita yang rutin kami selenggarakan sekaligus juga dalam momen natal dan tahun baru,” kata Hartono Azas yang juga Wakil Ketua DPRD Kota Pontianak ini. Partai berlambang menyerupai tiga berlian ini juga melakukan aksi sosial di berbagai tempat seperti panti asuhan dan panti jompo.

Disinggung mengenai aspirasi pimpinan Sabatu, Azas bersama anggota Fraksi Partai Demokrat DPRD Kota Pontianak berusaha memperjuangkannya.

Kita menampung aspirasi itu dan menyampaikannya ke pemerintah melalui program sosial kemasyarakatan. Kita akan memperjuangkannya. Bagaimanapun juga, panti ini ikut membantu program pemerintah dalam penanganan anak-anak penyandang cacat. Tugas yang sangat mulia dalam mengemban misi kemanusiaan,” katanya.

Sesuai dengan Logo Sabatu, anak-anak penyandang cacat memerlukan uluran tangan. Dua tangan, satu yang memberi, satu yang menerima dengan merangkul tanda cinta kasih. Logo berbentuk telur melambangkan: Hidup, namun gerak gerik dan cakrawala sempit dan terbatas. Namun, masih ada harapan untuk keluar dari keterbatasan dan kesempitan fisik dan mental dilambangkan dengan dua lubang dalam telur di logonya itu.

Selalu ada jalan untuk keluar dari telur itu. Uluran tangan itu lah yang dibutuhkan mereka untuk mmbimbing mereka keluar. Sekecil apapun bantuan Anda sangat membantu mereka keluar dari lubang itu. (**)

Labels:

0 comments:

Post a Comment