We have new forums at NiteshKothari.com
TopBottom
Announcement: wanna exchange links? contact me at clwolvi@gmail.com.

Perayaan Duan Wu Jie/Festival Bak Cang: Air Tengah Hari Penyembuh Penyakit

Posted by Efprizan 'zan' Rzeznik at Wednesday, January 9, 2008
Share this post:
Ma.gnolia DiggIt! Del.icio.us Yahoo Furl Technorati Reddit

Teks Foto: Bocah cilik Tionghoa tergiur dengan Bak cang (bearing foto)

Masyarakat Tionghoa Kota Pontianak merayakan Duan Wu Jie atau yang dikenal dengan sebutan Peh Cun, 19 Juni 2007. Menyambut hari itu, tepat pukul 12.00 siang, ribuan masyarakat Tionghoa menyerbu Sungai Kapuas. Ada yang mandi, tak sedikit pula yang sekadar membawa pulang airnya ke rumah. Mereka yakin, atas izin Tuhan, dengan melangsungkan tradisi tersebut maka berbagai penyakit bisa disembuhkan.

Kegiatan mandi di sungai atau terkenal dengan istilah Wu Shi Shui (air tengah hari), merupakan salah satu tradisi dari perayaan Duan Wu Jie atau dikenal dengan sebutan Peh Cun di kalangan Tionghoa Indonesia.

Literatur yang dihimpun Pontianak Post dari berbagai sumber menyebutkan bahwa air tengah hari merupakan salah satu tradisi dalam perayaan Duan Wu yang berasal dari masyarakat Fujian (Hokkian, Hok-chiu, Hakka), Guangdong (Teo-chiu, Keng-chiu, Hakka) dan Taiwan.

Mereka meyakini, dengan cara mengambil dan menyimpan air pada tengah hari festival Duan Wu dapat digunakan untuk menyembuhkan penyakit. Air tersebut bisa dimandikan ataupun diminum setelah dimasak.

Beberapa masyarakat Tionghoa Kota Pontianak yang melangsungkan kegiatan tersebut di Sungai Kapuas, meyakini khasiat dari kegiatan Wu Shi Shui ini.

"Ini untuk memandikan anak saya di rumah yang kena gatal-gatal," kata Akuang, ditemui Pontianak Post di Taman Alun Kapuas usai mengambil satu jeriken air sungai. "Tradisi saja. Katanya sih bisa menyembuhkan penyakit kalau mandi air tengah hari saat perayaan Peh Cun," kata Meilan, ibu rumah tangga yang saat itu juga memboyong kedua anaknya untuk ikut kegiatan serupa.

Pantauan koran ini di lapangan, konsentrasi masyarakat Tionghoa yang melangsungkan tradisi Wu Shi Shui ini terpusat di pinggiran Sungai Kapuas di daerah Siantan.

Sedangkan di pinggiran Sungai Kapuas wilayah Kota Pontianak, tepatnya di pinggiran Taman Alun Kapuas, konsentrasi massa yang melangsungkan kegiatan ini tidaklah terlalu padat.

Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, Satuan Polisi Air Polda Kalbar menempatkan personilnya dan mengadakan patroli selama perayaan ini berlangsung.8

Muda-mudi Tionghoa terlihat sangat antusias melaksanakan tradisi ini. Mereka banyak yang menyewa sampan agar dapat mandi sedikit ke tengah sungai. Beberapa diantaranya juga terlihat asyik melangsungkan perang-perangan air dengan teman-temannya di atas perahu itu. Senjata yang digunakan berupa kantong plastik yang telah diisi air.

Beberapa diantaranya ada juga yang menghanyutkan kue bakcang di sungai. Soal membawa kue bakcang oleh masyarakat ke sungai, merupakan simbol agar jasad Chiu Yuan (seorang pujangga terhormat yang mengakhiri penghidupannya dengan cara sangat memilukan, yakni terjun ke sungai Miluo) tidak dimakan ikan atau binatang, hingga jasadnya ditemukan masyarakat tetap utuh.

Pada festival ini, mayoritas masyarakat Tionghoa Pontianak juga melaksanakan tradisi makan besar bersama seluruh keluarga di rumah. Makanan simbolik pada tradisi ini adalah bakcang, panganan yang terbuat dari ketan atau beras berbentuk limas segitiga dibungkus daun bambu.

Makan Bakcang, (Rou Zong dalam bahasa Mandarin), dijadikan sebagai salah satu kegiatan dalam festival Duan Wu sejak Dinasti Jin. Di Taiwan, di zaman Dinasti Ming akhir, bentuk bakcang yang dibawa oleh pendatang dari Fu Jian adalah bentuk bakcang yang bulat gepeng, agak lain dengan bentuk prisma segitiga seperti yang dibuat sekarang.

Isi bak cang juga bermacam-macam, ada yang terbuat dari sayuran, ada pula yang berisi daging sapi atau babi. Rasanya pun ada yang dibuat manis dan tawar. Untuk bakcang tawar, biasanya dimakan sesuai selera masing-masing. Ada yang dicelupkan ke kecap manis, susu kental manis, ada pula yang dioles serikaya.

Menurut salah satu tokoh Tionghoa Pontianak, Ateng Tanjaya, dalam festival Peh Cun ada salah satu kegiatan yang juga biasa dilaksanakan, yakni festival perahu naga. Sayangnya, di Kota Pontianak, festival ini tidak diselenggarakan.

Tradisi perlombaan perahu naga ini telah ada sejak zaman Negara Berperang (475 SM ~ 221 SM). Perlombaan ini masih ada sampai sekarang dan diselenggarakan setiap tahunnya di beberapa negara. Bahkan ada perlombaan berskala internasional.

"Kita sebenarnya di Pontianak sangat ingin sekali mengadakan perlombaan perahu naga ini. Karena ketiadaaan pendanaan, lomba perahu naga ini belum bisa dilaksanakan," kata Ateng.

Labels:

1 comments:

Freddy Hernawan said...

halo salam kenal. saya iseng aja nih buka buka google, lalu ketemu blog ini. salam kenal yah sesama bloger pontianak. btw anda saya masukkan ke dalam daftar bloger pontianak di website saya di http://pontianak.hernawan.com

Post a Comment