Trafficking: Kemiskinan itu Membuat De Terjerat
Posted by
Efprizan 'zan' Rzeznik at Friday, January 25, 2008
Share this post:
|
De ketika diwawancarai repoter
NIAT De, 22 tahun, untuk keluar dari belenggu kemiskinan dan membantu orang tua di kampung halaman Karawang Jawa Barat, dengan menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di Kuching Malaysia, berakhir tragis. Bukan harta yang didapatkan, tetapi siksaan fisik, psikis, dan moral yang harus ditanggungnya. Untuk kesekian kalinya, Kalbar menjadi tempat transit bagi mafia trafficking sebelum menjajakan dagangannya ke negeri Jiran.
Trauma masih terlihat jelas di wajah De. Ia sangat ketakutan melihat seorang pria bertubuh tegap, berkulit gelap, dan berkacamata hitam saat berada di Dinas Sosial Provinsi Kalbar, kemarin (25/1). Entah apa yang ada di dalam benak perempuan berhidung mancung itu.
Emosinya masih labil. Ingatannya pun masih belum sempurna seperti orang normal. Kadang ia lupa mengingat sesuatu yang dulunya dia hapal di luar kepala, seperti, di mana alamat pasti tempat dia tinggal di Karawang bersama keluarga, kapan dia datang ke Pontianak. Semua jadi hampa dalam memori.
Perkataannya pun belum bisa dipegang sepenuhnya keakuratannya. Kadang dia berbicara A, tapi ketika ditanyakan ulang, jawabannya berubah.
De lupa kapan persisnya dia datang ke Pontianak. Katanya, dia datang di awal tahun 2007 bersama seorang pria yang menjanjikan pekerjaan layak dengan uang melimpah. Janji yang akan melepas status ketermiskinannya dan kemudian berganti mnjadi mimpi buruk baginya.
Siapa orang yang menghadirkan mimpi buruk baginya itu? Soal itu, ternyata De masih hafal. Berkali-kali dia menyebut nama seseorang dngan berinisial DM beserta pria lainnya lagi yang menurut De adalah keponakan DM yang berinisial Ank.
DM dan Ank, dari pengakuannya, juga telah berkali-kali menyetubuhinya di bawah ancaman. Perkosaan itu dilakukan di Pontianak sebelum dirinya kemudian berpindahtangan ke penyalur tenaga kerja di Kuching, Malaysia.
***
DARI ceritanya, De terlahir dari keluarga miskin di sebuah Desa di Karawang, Jawa Barat. Dia anak kedua dari tujuh bersaudara. Untuk keluar dari kungkungan kemiskinan itu, De bekerja apa saja untuk membantu kedua orangtuanya.
Pertemuannya dengan DM, yang kini sedang dicari oleh aparat Kepolisian Entikong sebagai mafia trafficking, bermula di Jakarta. Saat itu De sedang mengamen bersama teman-temannya yang juga kurang beruntung dalam hal ekonomi.
“Waktu itu dia bilang, saya tak pantas sebagai pengamen. Ada pekerjaan yang lebih baik dan dia bisa menolong saya untuk mengurus segalanya, yakni bekerja di Malaysia,” kenangnya.
Bujukan DM ternyata menjadi angin surga bagi De. Tanpa berbekal dokumen apapun, dia berangkat ke negeri Jiran dan transit di Pontianak untuk kemudian masuk ke negeri tetangga melalui perbatasan.
Mulai dari tempat transit inilah semua tragedi itu terjadi. Perkosaan, ancaman, dan derai air mata, mulai lekat di kehidupannya. Sampai di Sarawak Malaysia, De berpindah tangan. Kali ini dia bersama penyalur tenaga kerja dari Malaysia yang dia kenal dengan nama Mr.Lee.
“Saya mau dipekerjakan olehnya di tempat prostitusi, tapi saya tak mau. Saya juga sempat mau diperkosa olehnya,” kata De dengan mata menerawang.
Tidak jelas kelanjutannya, De kemudian menjadi pembantu rumah tangga di Kuching. Menurutnya, dia bekerja di rumah David, seorang pekerja swasta di negara itu.
“Di sana saya memang tidak dianiaya mapun dipekosa. Tapi majikan saya medit (pelit). Sehari hanya diberi makan sekali. Itu pun jam 12 malam,” katanya.
Sebagai seorang muslim, ia pun terpaksa makan masakan yang didiharamkan oleh agama yang dianutnya. Akibatnya hingga kini, badan De menjadi alergi dengan bintik-bintik merah di sekujur tubuhnya.
Akhir perjalanannya di rumah David berakhir ketika dia disuruh mengambil rokok tuannya di lantai tiga. Perintah itu harus dilaksanakannya secepatnya. “Saya disuruh cepat-cepat ambil rokok. Saya kemudian terpeleset. Dan jatuh terguling-guling dari lantai tiga,” akunya.
Akibat kejadian ini, De menderita patah kaki. Derita itu harus ditanggungya slam berbulan-bulan di sebuah rumah sakit di Malaysia. Derita itu masih dia rasakan hingga sekarang. De kini berjalan pincang dan harus dituntun.
Kamis (24/1) sore, mobil Kijang yang membawa De beserta Penanggung Jawab Pos pelayanan Penempatan dan Perlindungan (P4TKI) TKI Pontianak pada Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI, Andi Rahim, meluncur dari perbatasan Entikong ke Pontianak. De kini telah aman dan diurus oleh pemerintah Indonesia.
De ditemukan seorang diri dalam kondisi payah di terminal border. “Jalan tidak bisa, mukanya pucat seperti mayat hidup, saat ditemukan, dia tak bisa bicara. Kondisinya tampak stres berat waktu itu,” cerita Andi.
Saat ditemukan, De tidak mengantongi identitas sama sekali. “Dia masuk ke Kuching, kemungkinan pakai pasport orang lain,” katanya. De kemudian dibawa ke Kantor Polisi Entikong. Sayangnya, orang yang membawa De hingga ke Border Entikong, tidak diketahui.
Kasus ini, kata Andi, kini ditangani oleh kepolisian Entikong. “Kami pun ikut membantu melacak agen yang disebut-sebut korban. Sampai sekarang belum diketahui keberadaannya,” kata Andi. Menurutnya, De merupakan korban perdagangan perempuan (tarfficking).
Selama semalama, De sementara diinapkan di kediaman keluarga Andi di Gang Sentosa Sungai Jawi Pontianak. Jumat (25/1) pagi, De kemudian diserahkan ke Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Barat untuk penanganan selanjutnya.
“Kita koordinasikan ke Dinsos untuk tindakan selanjutnya. Jika sudah diketahui identitasnya secara lengkap, secepatnya kita akan kembalikan ke kampung halaman,” katanya.
(Note: Tidak seperti biasanya, entah kenapa pada liputan kali ini, usai wawancara saya sempat terharu melihat korban. Empati itu merasuk tiba-tiba...Bayangkan bila itu terjadi pada keluarga, teman, dan orang-orang yang Anda cintai...)