Menggagas Penanggulangan Praktik Money Politic
Posted by
Efprizan 'zan' Rzeznik at Sunday, August 31, 2008
Share this post:
|
(ilustrasi Ihsan)
Pilkada dan pemilu mendatatang diharapkan menjadi pelajaran dan pengalaman berharga untuk membangun sebuah institusi yang dapat menjadi transfer of power dan power competition secara damai serta beradab.
Pemilu bukan sekadar perubahan dan perebutan kekuasaan. Lebih dari itu, pesta demokrasi tersebut merupakan bagian dari seluruh proses hidup bernegara secara wajar, sehinga ada prinsip-prinsi pokok yang harus senantiasa diperhatikan. Misalnya masa depan bangsa secara keseluruhan yang terkait dengan proses pembelajaran.
Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Kalbar, Rustam Halim SH, mengatakan bahwa pilkada dan pemilu mendatang harus memberikan jaminan tidak saja berlangsung secara jujur dan adil, tetapi juga dapat menghasilkan pemimpin dan wakil-wakil rakyat yang kredibel, akuntabel dan kapabel.
Selain itu, pemimpin dan wakil rakyat yang dihasilkan juga harus sanggup menerima kepercayaan dan kehormatan dari rakyat dalam mengelola kekuasaan yang dipercayakan kepada mereka untuk menyejahterakan rakyat. ”Wakil-wakil rakyat yang dihasilkan bukan wakil rakyat yang egoistik dan oportunistik,” katanya.
Mantan anggota Panwas Pemilu Kalbar tahun 2004 dan Wakil Ketua Panwas Pilgub Kalbar tahun 2007 silam ini melanjutkan, wakil rakyat memperhatikan faktor pembelajaran yang bermakna luas bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Sebab jika tidak maka rakyat akan terjebak kepada tradisi-tradisi yang tidak sehat.
Berbagai upaya terus dilakukan agar kualitas pemilu dan produknya semakin baik, misalnya penyelenggara yang independen, sistem proporsional terbuka dan pengawasan yang semakin terbuka dengan melibatkan pihak-pihak yang lebih luas.
”Namun demikian di tengah-tengah keseriusan mencapati hasil maksimal ini masih terdapat isu penting yang sering terdengar namun tidak mendapat penanganan yang serius dan memadai, yakni persoalan money politic dan proses pembelajaran politik yang sehat,” ujarnya. ”Politik uang merupakan sebuah persoalan serius yang menghantui kehidupan politik kita,” tambah Rustam.
Bentuk politik uang
Mengutip pernyataan Herbet Alexander,
Faisal Basri, Pengajar pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia berpandangan secara sederhana. Politik uang adalah setiap pemberian bantuan, baik dalam bentuk uang maupun non uang yang diduga kuat dapat mempengaruhi dalam pemilu.
”Dapat disimpulkan bahwa uang berperan terhadap suatu proses pemilu. Persoalannya adalah bagaimana uang itu berpengaruh dan dari mana sumber yang yang dapat mempengaruhi tersebut serta dimana saja uang itu berpengaruh terkait dengan ragam dan modus operandi dari politik uang tersebut,” kata Rustam Halim.
Rustam kemudian memaparkan bentuk-bentuk politik uang. Antara lain; (a). Sumbangan perorang/lembaga kepada partai atau individu partai yang melebih batas toleransi yuridis. Sumbangan ini dikhwatirkan jika partai yang dibantu menang akan mempengaruhi kebijakannya. (b). Pemberian partai/individu partai/calon kepada pemilih yang akan berdampak pada pengambilan keputusan oleh pemilih.
Bentuk politik uang lainnya; (c). Pemberian partai/individu partai/calon kepada pihak-pihak terkait baik individu maupun kelembagaan yang dapat mempengaruhi keputusan yang diambil.
(d).pemberian dari caleg kepada partai sehingga berdampak pada kesempatan menjadi calon terpilih. (e).Penyalahgunaan kekuasaan/pengaruh yang berdampak langsung atau tidak langsung kepada keuangan Negara. (f).Pemberian partai/individu partai/caleg kepada orang-orang berbuat berbuat jahat agar dapat menguntungkan dirinya.
Dari ragam dan bentuk tersebut maka politik uang dapat terjadi pada saat; (a). Sebelum pemilu berlangsung seperti pada point c, d dan e,
(b). Pada saat pemilu berlangsung seperti pada point b,c, dan e atau setelah pemilu seperti pada point e.
”Adapun modus operandi yang dapat terjadi terhadap ragam politik uang tersebut adalah dalam bentuk pemberian langsung atau janji-janji, sumbangan (dana partisipasi), penekanan,dinas dan pemberian tidak langsung seperti kegiatan bakti sosial dan sebagainya,” ujar Rustam.
Aturan hukum yang perlu mendapat perhatian antara lain.
(a).KUHP khususnya pasal 149,150 dan 151. (b).UU tentang Tindak Pidana Suap (c).UU Nomor 15 tahun 2002 tentang pemberantasan tindak pidana pencucian uang. (d).UU tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. (e).UU Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilu, khususnya pada ketentuan pidananya.
Perlu gerakan moral
Menurut Rustam, langkah-langkah sosialisasi gerakan moral anti politik uang secara intensif dan berkesinambungan harus terus dilakukan. ”money politic adalah realitas yang mudah dibicarakan tapi sulit dilihat wujud dan diberantas karena kendala yuridis, teknis dan persoalan struktural,” ujarnya.
Rustam mengatakan bahwa pada dasarnya politik uang tersebut tidak pernah menguntungkan rakyat dan justru merugikan. Pada awalnya, rakyat memang terbuai dan terlena dengan materi yang didapatkan. Uang yang didapatkan itu seolah-olah uluran kebaikan hati dan kepedulian parpol dan para elite politik.
’Bencana’ besar akan muncul di belakang hari. Ketika parpol atau elite politik yang memainkan money politic tersebut memegang tampuk kekuasaan. ”Uang yang dibagi-bagikan ke rakyat itu ibarat pinjaman dengan bunga tinggi. Ketika sudah berkuasa, utang itu akan ditagih. Ditagih dengan cara mengambil uang negara yang juga berarti uang rakyat dalam jumlah yang jauh lebih besar,” katanya. (**)